MAKALAH
MUHAMMADIYAH
DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Disusun Oleh:
VIA NESFA ASRI
ROBINGATUL MUNAWAROH
YULIANA
ZAINATUN NISA
INDAH SEFTIANTO
RIANA DEWI
SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
2017
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmanirroiim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta
Alam yang telah mengajarkan manusia tentang apa yang tidak diketahuinya.
Salawat dan Salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan
dalam kehidupan sekaligus sebagai rahmatan lil’alamin.
Kehadiran sebuah makalah sebagai pegangam
bagi mahasiswa sangatlah berarti dalam proses belajar mengajar, karena itu
melalui makalah tentang “Kemuhammadiyahan” ini diharapkan dapat mengantar dan membantu mahasiswa dalam
pencapaian kurikulum yang diinginkan.
Dalam penyusunan isi makalah ini dirasakan
masih jauh dari sempurna, karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca.
Akhir kata saya sangat berharap makalah ini
kiranya dapat menjadi bahan untuk saling mengisi bagi para mahasiswa.
Pringsewu, Maret 2017
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
organisasi gerakan Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang sejak dari negeri
ini belum mencapai kemerdekaan secara fisik sampai pada masa reformasi sekarang
ini. Perkembangannya, bahkan, kian pesat dengan dilakukannya tajdid
(pembaharuan) di masing-masing gerakan Islam tersebut. Salah satu organisasi gerakan
Islam itu adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang
besar di Indonesia. Bahkan merupakan gerakan kemanusiaan terbesar di dunia di
luar gerakan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh gereja, sebagaimana disinyalir
oleh seorang James L. Peacock . Di sebahagian negara di dunia, Muhammadiyah
memiliki kantor cabang internasional (PCIM) seperti PCIM Kairo-Mesir, PCIM
Republik Islam Iran, PCIM Khartoum–Sudan, PCIM Belanda, PCIM Jerman, PCIM
Inggris, PCIM Libya, PCIM Kuala Lumpur, PCIM Perancis, PCIM Amerika Serikat,
dan PCIM Jepang. PCIM-PCIM tersebut didirikan dengan berdasarkan pada SK PP
Muhammadiyah . Di tanah air, Muhammadiyah tidak hanya berada di kota-kota
besar, tapi telah merambah sampai ke tingkat kecamatan di seluruh Indonesia,
dari mulai tingkat pusat sampai ke tingkat ranting.
Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa Warga
Muhammadiyah menjadikan segala bentuk tindakan, pemikiran dan prilakunya
didasarkan pada sosok seorang Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Nabi dijadikannya
model (uswah al hasanah), yang sebenarnya tidak hanya bagi warga Muhammadiyah
tetapi juga seluruh umat Islam bahkan bagi warga non-muslim—kaum yang tidak
mempercayainya sebagai rasul—sekalipun.
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yang dengan sungguh-sungguh
ingin diraih, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan
cita-cita yang ingin diwujudkan itu, Muhammadiyah memiliki arah yang jelas
dalam gerakannya, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Haedar Nashir dalam makalah
Muhammadiyah dan Pembentukan Masyarakat Islam (Bagian I, 2008). Organisasi
Islam Muhammadiyah tumbuh makin dewasa bersama organisasi Islam besar lainnya
sekelas Nahdlatul Ulama (NU), merambah ke segala bentuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap mengedepankan kepentingan umat dari segi
sosial-budaya, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, Muhammadiyah
tetap selalu melakukan tajdid dalam aspek ruh al Islam (jiwa keislamannya).
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dilakukan KH. Ahmad
Dahlan dalam memberdayakan perempuan?
2. Bamana peran Ortom ‘Aisyiyah
dalam pemberdayaan perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Cara KH.
Ahmad Dahlan Memberdayakan Perempuan
Diantara persoalan
sosial yang saat ini menjadi perhatian masyarakat adalah tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak- anak. Bermuculanya kriminalitas yang menjadikan
perempuan sebagai korban telah cukup lama menjadi perhatian pemerintah maupun
organisasi sosial kemasyarakatan. Hingga kini, persoalan tersebut masih relevan
untuk terus dicarikan formula antisipasinya. Muhammadiyah merupakan salah satu
dari sekian elemen masyarakat yang cukup konsern dalam menyelesaikan persoalan
perempuan akibat diskriminasi yang melanda mereka. Diskriminasi terhadap
perempuan menjadi perhatian sejak awal berdirinya persyarikatan di era Kyai
Dahlan.
Ajaran KH. Ahmad
Dahlan melalui Muhammadiyah memandang bahwa laki- laki dan perempuan adalah
setara. Kyai Dahlan sangat memperhatikan perempuan sebagai generasi penerus
umat islam. Karena itulah, Kyai Dahlan menyuruh agar perempuan juga harus
belajar dan bersekolah selayaknya para kaum laki- laki. Komitmen Muhammadiyah
dalam hal perlindungan hak perempuan salah satunya adalah dengan dibentuknya
ortom Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah.
B.
‘Aisyiyah dan Gerakan Pemberdayaan Perempuan
‘Aisyiyah
merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui dan dirasakan
perannya dalam masyarakat. Sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom)
perrtama yang dilahirkan rahim Muhammadiyah, ia memiliki tujuan yang sama
dengan Muhammadiyah. ‘Aisyiyah memiliki
garapan program kerja yang sangat khusus, strategis dan visioner, yaitu
perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting dalam gerak
roda kehidupan, sebab pepatah bilang wanita adalah tiang negara, apabila
wanitanya baik maka akn makmur negaranya tetapi kalau wanita di negara tersebut
hancur maka akan hancur pula derajat negara tersebut. Komitmen ‘Aisyiyah
sebagai gerakan perempuan Islam di tanah air dapat dibuktikan sampai usia
menjelang satu abad ini. Muhammadiyah dalam bidang perempuan dapat terbantu
krena bidang ini digarap dan dikembangkan oleh Ortom tertua ini.
Sebagai
organisasi ‘Aisyiyah memiliki struktur kepemimpinan yang tersusun secara
vertikal dan horizontal. Secara vertikal dari tingkat Ranting sampai Pusat.
Secara horizontal, yaitu memiliki Badan Pembantu Pimpinan (BPP), baik Majelis,
Lembaga, Bagian maupun urusan yang masing-masing dapat membentuk divisi atau
seksi-seksi sesuai kebutuhan. ‘Aisyiyah bergerak dalam berbagai bidang
kehidupan dan memiliki amal usaha dalam pendidikan, kesehatan, kesejahteraan
sosial, dan ekonomi.
Gerakan
‘Aisyiyah sejak awal berdiri, dan dari waktu ke waktu terus berkembang dan
memberi manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan
Indonesia. Pada tahun 1919 mendirikan Frobel, Sekolah Taman Kanak-Kanak pertama
milik pribumi di Indonesia. Bersama organisasi wanita lain pada tahun 1928
mempelopori dan memprakarsai terbentuknya federasi organisasi wanita yang
kemudian dan sampai sekarang dengan KOWANI.
C.
‘Aisyiyah
dalam Gerakan Gender Modern
Mengutif
perkataan KH A. Dahlan mengenai “ berhati-hatilah dengan urusan ‘Aisyiyah,
kalau saudara-saudara memimpin dan membimbing mereka insyaallah mereka akan menjadi
pembantu dan teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan kita menuju
cita-citanya,”
Kepada
para wanita beliau berpesan: “ urusan dapur janganlah dijadikan halangan untuk
menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.”
Rupanya
beliau mengetahui bahwa tak mungkin pekerjaan besar akan berhasil tanpa bantuan
kaum wanita. Dalam melaksanakan cita-cita beliau, bantuan dari kaum hawa yang
berbadan halus itu diperlukan, dan ini sebetulnya ikut menentukan berhasil
tidaknya usaha beliau. Karenanya, mereka oleh beliau dihimpun dan diajak serta
melaksanakan tugas kewajiban yang berat, tetapi luhur itu. Oleh karena itu
wanita atau perempuan itu memegang peranan penting pula, tidak hanya laki-laki
yang memiliki peran penting dalam kemuhammadiyahan.
Gender
dipahami juga sebagai suatu konsep budaya yang menghasilkan pembedaan dalam
peran, sikap, tingkah laku mentalitas dan karakteristik emosional antara
laki-laki dan perempuan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Gender
sering juga disebut dengan istilah “jenis kelamin sosial.
Perbedaan
gender sesunguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yaitu marjinalisasi (peminggiran), subordinasi (penomorduaan
atau anggapan tidak penting), stereotipe (pelabelan negatif biasanya dlam
bentuk pencitraan yang negatif), violence ( kekerasan), double burden (beban
kerja ganda atau lebih), dan sosialisasi ideologi peran gender. Perbedaan gender
ini hanya dapat mempersulit baik laki-laki maupun perempuan.
Masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya yang hendak diwujudkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah
adalah masyarakat yang rahmatan lil’alamin, masyarakat yang sejahtera lahir
batin dunia dan akhirat, baldatun thoyyibatun warabbun ghafur, masyarakat
utama, masyarakat madani, masyarakat berkesetaraan dan berkeadilan jender.
‘Aisyiyah
sebagai komponen perempuan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat yang
berkeseteraan dan berkeadilan jender, berkiprah dengan merespon isu-isu
perempuan (seperti KDRT, kemiskinan, pengangguran, trafficking, pornografi dan
aksi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan) dan sekaligus memberdayakannya
secara terorganisir, terprogram, dengan menggunakan dan memanfaatkan seluruh
potensi.
Model
gerakannya ‘Aisyiyah dalam bentuk keluarga sakinah atau Qaryah Tayyibah
merupakan arus utama strategi gerakan ‘Aisyiyah dalam membangun kehidupan umat
yang lebih baik. Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan
sosial, agar lebih dekat dengan pertumbuhan dan perkembangan kondisi masyarakat
modern, maka dilakukan pengkayaan, seperti model gerakan ‘Aisyiyah berbasis
jamaah karena jamaah merupakan bagian paling nyata yang hidup dalam masyarakat.
Muhammadiyah
dan ‘Aisyiyah sampai sekarang tetap berkomitmen dalam pemberdayaan perempuan
untuk kesetaraan dan keadila jender, hal ini dapat dilihat dari hasil Muktamar
Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta mengenai Program Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang terdiri dari Visi
Pengembangan dan Program Pengembangan.
a. Visi
Pengembangan, yaitu berkembangnya relasi dan budaya yang menghargai perempuan
berbasis ajaran Islam yang berkeadilan gender dan terlidunginya anak-anak dari
berbagai ancaman menuju kehidupan yang berkeadaban utama.
b. Program
Pengembangan, yaitu:
1) Meningkatkan
usaha-usaha advokasi terhadap kekerasan terhadap anak dan perempuan serta human
trafficking yang merusak kehidupan keluarga dan masa depan bangsa.
2) Meningkatakan
usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mencegah dan mengadvokasi
kejahatan human trafficking (penjualan manusia) yang pada umunya menimpa
anak-anak dan perempuan.
3) Meningkatakan
usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan perlindungan terhadap
tenaga kerja perempuan dan anak-anak dari berbagai bentuk eksploitasi dan
pelanggaran hak asasi manusia.
4) Menyusun
dan menyebarluaskan pandangan Islam yang berpihak pada keadilan gender disertai
tuntunan-tuntunan produk Majelis Tarjih dan sosialisasinya yang bersifat luas
dan praktis.
5) Mengembangkan
model advokasi berbasis dakwah dalam menghadapi berbagai bentuk eksploitasi
terhadap perempuan dan anak di ruang publik yang tidak kondusif seperti di
penjara, pabrik, dan di tempat-tempat yang dipandang rawan lainnya.
6) Mengembangkan
pendidikan informal dan non formal selain pendidikan formal yang berbasis pada
pendidikan anti kekerasan dan pendidikan perdamaian yang pro-perlindungan
terhadap perempuan dan anak-anak.
Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar
menyatakan dengan tegas bahwa ‘Aisyiyah telah membantu percepatan kesetaraan,
persamaan dan keadilan gender terutama dan langsung dirasakan melalui Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan yang dikelola ‘Aisyiyah. Hal ini disampaikan pada
acara Rapat Kerja Nasional Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, di Wisma Makara UI Depok,
3 Juni 2011.
D.
Peranan Perempuan ‘Aisyah Dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Sesungguhnya sejarah
kenabian mencatat sejumlah besar perempuan yang ikut memainkan peran-peran ini
bersama kaum laki-laki. Khadijah, Aisyah, Umm Salamah, dan para isteri nabi
yang lain, Fathimah (anak), Zainab (cucu) dan Sukainah (cicit). Mereka sering terlibat
dalam diskusi tentang tema-tema sosial dan politik, bahkan mengkritik
kebijakan-kebijakan domestik maupun publik yang patriarkis. Partisipasi
perempuan juga muncul dalam sejumlah “baiat” (perjanjian, kontrak)
untuk kesetiaan dan loyalitas kepada pemerintah. Sejumlah perempuan sahabat
nabi seperti Nusaibah bint Ka’b, Ummu Athiyyah al Anshariyyah dan Rabi’ bint al
Mu’awwadz ikut bersama laki-laki dalam perjuangan bersenjata melawan penindasan
dan ketidakadilan. Umar bin Khattab juga pernah mengangkat al Syifa, seorang
perempuan cerdas dan terpercaya, untuk jabatan manejer pasar di Madinah.
Aisyah RA mempunyai
tempat yang sangat istimewa yang sejak awal disiapkan oleh Allah SWT untuk
menjadi pendamping dan penyokong Rasulullah sebagai Pengemban Risalah. Aisyah
adalah figur dan potret wanita ideal nan agung. Ia memiliki hati nan lembut,
penuh cinta dan kehangatan, setia, berwawasan tajam, perasa, dan menjadi
sentral dalam kehidupan. Ia pun penebar kedamaian, kasih sayang, dan cinta.
Dalam tulisan
KH. A.
Mustofa Bisry, ketika Sayyidatina Aisyah r.a. ditanya tentang suaminya Nabi
Muhammad saw, jawabannya sungguh refresentatif ,
“Kaana khuluquhu
Al-Quran.” (Pekertinya adalah Al-Qur’an). Singkat tapi penuh makna.
Jawaban ini, selain menunjukkan tingkat kecerdasan Aisyah yang tinggi, juga
membuktikan tingkat pemahaman yang luar biasa dari putri sahabat Abu Bakar itu
terhadap Al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad saw
Berdasarkan sudut
pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan, dan kesucian, Aisyah tidak bisa
dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa
sebelumnya. Sejarah manusia tidak pernah lagi melahirkan seorang perempuan lain
seperti Aisyah yang mampu melaksanakan segenap tugas keilmuan, menjalankan
amanah dakwah dan pengajaran dengan sempurna, memainkan peran sosial dan
politik yang sangat penting, tapi pada saat yang sama, ia tetap melaksanakan
seluruh kewajiban agama secara konsisten dan memelihara tingkah laku serta budi
pekerti dengan baik. Itulah Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang
telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan. Itulah jalan
yang paling indah yang diajarkan Aisyah kepada generasi-generasi yang datang
berikutnya.
Kepemimpinan yang
ditunjukkan oleh Aisyah RA di Perang Jamal memiliki alasan yang mendasar.
Beliau ingin menegakkan keadilan pasca terbunuhnya Utsman yang terbunuh secara
zhalim. Sedangkan di saat yang bersamaan, pemerintah tidak teguh pendirian
terhadap kematiannya, yang berarti pemerintah telah menyimpang.” Dalam hal ini,
Aisyah menuntut atas kematian Utsman dalam rangka meninggikan Islam. (Tarikh
Rusul wal Muluk, XV, 450) Imam Ath-Thabary meriwayatkan demikian, bahwa Aisyah
radhiyallahu anha tatkala sampai di Bashrah menuntut masyarakat dengan dua
perkara, yang pertama menuntut qishash atas terbunuhnya Utsman, yang kedua
menuntut tegaknya kitab Allah. (Tarikh Rusul wal Muluk, XV, 464).
Keinginan Aisyah ini
mendapat dukungan para shahabat yang bersepakat atas ditegakkannya hukum
qishash terhadap para pembunuh Utsman. Perbedaan pendapat mereka hanya soal
waktu pelaksanaannya saja, Thalhah, Zubair, dan Aisyah radhiyallahu anha
berpendapat untuk menyegerakan qishash atas mereka yang mengepung Utsman sampai
beliau terbunuh dan memerangi mereka lebih awal itu lebih utama. Sementara
pendapat Ali beserta para pengikutnya adalah menangguhkan waktu pelaksanaan
qishash sampai kokohnya pemerintahan, lalu ahli waris Utsman mengajukan
tuntutan kepada Ali atas orang-orang yang telah ditentukan. Karena orang-orang
yang mengepung Utsman tidak berasal dari satu kabilah, tapi dari banyak
kabilah..
Sesungguhnya
keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya
dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya itu
menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik praktis
sekalipun. Maka dapat dikatakan bahwa setiap lelaki maupun perempuan memiliki
hak aktif berpolitk, karena tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat
dipahami sebagai melarang keterlibatan perempuan dalam bidang kehidupan
bermasyarakat. Bahkan sebaliknya, sejarah Islam menunjukkan betapa kaum
perempuan terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ajaran KH. Ahmad
Dahlan melalui Muhammadiyah memandang bahwa laki- laki dan perempuan adalah
setara. Kyai Dahlan sangat memperhatikan perempuan sebagai generasi penerus
umat islam. Karena itulah, Kyai Dahlan menyuruh agar perempuan juga harus belajar
dan bersekolah selayaknya para kaum laki- laki. Komitmen Muhammadiyah dalam hal
perlindungan hak perempuan salah satunya adalah dengan dibentuknya ortom
Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah.
‘Aisyiyah merupakan
gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui dan dirasakan perannya dalam
masyarakat. Sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom) perrtama yang
dilahirkan rahim Muhammadiyah, ia memiliki tujuan yang sama dengan
Muhammadiyah. ‘Aisyiyah memiliki garapan
program kerja yang sangat khusus, strategis dan visioner, yaitu perempuan.
Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting dalam gerak roda
kehidupan, sebab pepatah bilang wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya
baik maka akn makmur negaranya tetapi kalau wanita di negara tersebut hancur
maka akan hancur pula derajat negara tersebut
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Amin, Pendekatan Teologi: dalam memahami
Muhammadiyah dalam kelompok Studi Lingkar (ed) Intellektualisme Muhammadiyah
Menyongsong Era Baru. Cet. I; Bandung: Mizan, 1995.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda